Senin, 12 Juli 2010
Now I'm in 8D
Mataku langsung fokus membaca satu-per-satu kertas yang ditempel di papan kayu yang udah miring itu (maklum, si papan udah ngerasain didorong-dorong, didesek-desek sama anak-anak hampir setiap tahun, dari mulai nilai, atau daftar apa aja pasti ditempelin disitu.). Akhirnya aku menemukan nama gue tertulis di salahsatu kertas itu yang bertuliskan "8D".
Mataku bergerak-gerak keatas, kebawah, keatas, terus kebawah lagi. Ternyata temen dekatku dikelas tujuh cuma satu yang ada. sial. Awalnya sih aku merasa lega lega saja tapi lama-lama aku jadi bad mood. Aku langsung memohon kepada tuhan yang maha esa biar temen-temen kelasnya enak-enak (bukan enak buat dimakan, nanti kalo enak beneran, aku gigit, aku bisa-bisa dimarahin sama orangtuanya terus dituntut karena melakukan kekerasan dalam kelas.).
Akhirnya aku dan kawan-kawan sekelas masuk ke homebased kami, di ruang matematika lantai 3. Aku mulai mikir kayaknya nggak ada yang enak dari kelas baru aku ini. Mana teman akrabku cuma satu..., tapi untungnya aku kemudian menyadari bahwa salahsatu teman SD aku ada di situ, jadi aku tambah, jadi dua, terus homebasednya ada di lantai tiga lagi... Capede...
Tapi ini kan baru tahap awal, mungkin saja nanti lama kelamaan things will change. Aku bisa dapet temen baru, sahabat baru, atau mungkin partner baru...? Ya, semoga akhir dari tahunku dikelas 8D bisa berakhir dengan baik, Amin...:)
Minggu, 11 Juli 2010
Mes Lapin "Ernie" (My Rabbit Ernie)
Sedikit curcol: dari dulu aku sudah sempat melihara kelinci berapa kali, tapi nggak ada yang awet. Ada yang kabur, mati, ngilang, dan sebagainya. Kayaknya mereka nggak tahan ngeliat tuannya (aku) yang disangka monster. Aku juga bingung sih, soalnya badanku kayaknya nggak gede-gede amat...
Kelinciku yang terakhir ada dua: hitam dan cokelat. Yang hitam akhirnya kabur (soalnya kalo dilepas nggak bakal keliatan) yang coklat mati...-_-.. Akhirnya kami kubur sebagaimana mestinya. Aku jadi takut si "calon kelinciku" bakal tersiksa kayak pendahulunya.
Pas disuruh pulang awalnya Adikku, Dita, nggak mau. Dia lagi asik main sama Aqyl dan Aisyah. Tapi pas dibilang mau ngambil kelinci dia langsung jadi nggak sabaran. Sepanjang jalan dia nanya terus, "Kira-kira berapa menit lagi kita sampai??", padahal kita baru berangkat...
Akhirnya kita sampai juga. Aku malahan sempet tidur dulu. Di rumah eyang lagi ada dua sepupuku: Sasha, umurnya 9 tahunan, dan Nalla, adiknya yang baru masuk SD, masih kecil-kecil. Pas ngeliat aku masuk rumah Nalla langsung teriak-teriak: " Ada BUTO IJO... Ada BUTO IJO!!!".. Sial. Maklum waktu itu aku lagi pake baju+celana ijo, aku pikir aku sedang mendukung gerakan Go Green itu... Tapi malah dibilang Buto Ijo.
Pas aku liat si kelinci warna putih. Saat itu aku belum kepikiran buat ngasih nama. Adik plus sepupuku langsung sahut-sahutan. "Henry aja!" kata adik (kelincinya jantan),"Jangan, Blacky aja!", kata Nalla. Hening. Namanya nggak yambung.
Setelah berdebat akhirnya jadilah Ernie. Namanya kayak yang di Sesame Street itu lho... Si Ernie kerjaannya makan melulu, terus tidur, besoknya dia pup. Makan, tidur, pup lagi. Tapi dia sangat lucu dan pintar. Kalau dikasih makan kangkung dia makannya cepet, terus pasti habis sampai batang-batangnya, begitu juga kalau dikasih wortel. Kalo aku lagi ngeliat dia, dia pasti bakal manjat-manjat kandangnya minta makanan. Ya, dia emang calon kelinci "n'dud" kayaknya... Tapi nggak bakal overweight tapi dia mungkin bisa overwortel... (Oke, itu maksa.-_-) Ya, kelinci tidak makan daging.
Oke, begitulah si Ernie. Kelinci imut, seperti yang punya...;)
Sabtu, 10 Juli 2010
Belajar Nyetir
Aku belajar jalanin mobil tanpa harus loncat-loncat kayak kelinci patah tulang itu baru bisa hari ini, hari kedua aku. Setelah diajar-ajarin Papa sampai stres sendiri (karena anaknya nggak bisa-bisa), aku akhirnya ngerti. Kalau belum "halus", perseneling ga boleh dilepas dulu, dan akhirnya gue bisa. Aku dipuji olah Papa, aku tersanjung...:)
Pembelajaran berlanjut. Setelah muter-muter parkiran D'Best Fatmawati sampai mabok sendiri akhirnya aku belajar untuk mundur. Ternyata lebih susah. Untuk mundur lurus saja harus mencoba berapa kali. Yang pertama sialnya aku nginjek gas terlalu kencang, padahal ada mobil dibelakang. Jeng.Jeng.Jeng... Papa berteriak panik; rem!rem!.. Aku juga panik sendiri, yaudah aku injek rem sampai mobilnya berhenti. Berkat seatbelt, aku nggak kejedot setir, untunglah... Lalu Aku mencoba-coba terus sampai akhirnya bisa.
Yang terakhir aku pelajari, adalah memarkirkan mobil. Yang maju aja sih gampang, asal jangan ketabrak aja... Kebetulan kita pakai mobil kecil, yaitu si Atoz, mobil kesayangan Mama. Jadi moncong depannya pendek, gampang untuk mengira-ngira... Lalu Papa suruh aku parkir mundur, krik. Aku menggunakan ilmu mundur aku sambil memutar-mutar setir aku kekiri, kekanan, kekiri, eitss kekanan lagi sampai akhrinya pas. Beberapa kali nyoba, akhirnya bisa juga.
Aku nyadar banget kalo selama muter-muter parkiran mas-mas yang ada di pinggiran jalan ngeliatin aku. Dia masang tampang aneh, bingung kenapa mobil kecil warna biru ini muter-muter terus kayak gasing, nanti saking seringnya bisa-bisa terjadi tornado lagi... (Oke, itu imajinasi yang berlebihan). Aku cuekin aja... soalnya pernah aku perhatiin sampai hampir nabrak. Akhirnya aku dimarahin Papa. Kapok. Lagian nggak ada enaknya juga merhatiin dia, mending kalo tiba-tiba mukanya berubah jadi Edward Cullen di film Twilight itu, kan rada enakkan. Tapi tetep aja aku ga mau.. Takut digigit ah... serem.
Yah... begitulah pengalaman menyetirku. Sayangnya besok udah sekolah.. Kapan bisa belajar lagi ya?
Part 2 -I'm a Nationalist!!! (Who's the 'third' man in the picture?)

Mari kita mengenal Sjahrir lebih lanjut...
Dibandingkan dengan Soekarno-Hatta, Sjahrir terlihat lebih muda. Memang begitu kenyataannya -_-... Saat menjadi Perdana Menteri pertama ia masih berumur 36 tahun...
Oh ya, sebenarnya Hatta lebih dulu kenal sama Sjahrir lho..(So?) Tapi, mengapa Hatta malah jadi dwitunggal sama Soekarno? Padahal mereka kan berbeda? Kenapa tidak sama Sjahrir yang udah jelas-jelas "sekampung" dan memiliki banyak persamaan pendapat?
Kalau tidak salah, keputusan ini diambil pada saat keduanya bertemu saat zaman penjajahan Jepang. Waktu itu Soekarno tengah membicarakan bahwa inilah saatnya mereka bekerjasama. Hatta pun setuju, dan jadilah Dwitunggal. Nah, Sjahrir lebih memilih untuk bekerja "bawah tanah" dengan mengandalkan radio gelapnya (Saat itu penjajah tidak mengizinkan seorang untuk mempunyai radio yang bisa menerima kabar dari luar. Itulah sebabnya dinamakan radio gelap..).
Terjadilah perjuangan dengan dua cara itu. Ya', cukup tentang ini, dipelajaran sejarah juga pasti ada...-_-.. (Ok itu nggak penting) Sekarang ada yang aku mau kasih lihat kepada anda-anda:
.jpg)
Ini adalah sketsa Sjahrir yang aku buat sendiri (of course nyontek foto lah...) tapi jadinya masih abal-abal...-_- Nah, diparagraf ini aku akan menjelaskan bagaimana sosok seorang Sjahrir itu...
Diantara para wartawan pada zaman itu, ia disebut "Bung Kecil". Ya, secara fisik mungkin Sjahrir terlihat kecil. Tetapi tidak nyalinya. Untuk seorang "anak muda" zaman itu, ia sudah jauh melampaui batas. Bayangkan, seorang berumur 30-an, bisa menjadi perdana menteri yang memimpin hingga 2 (atau 3 aku lupa)kabinet dinegara yang baru merdeka, yang masih perang-perangan, hancur-hancuran.., yahh...pokoknya masih semerawut adanya... Kagum.:0
Pernah pada suatu saat ia dicegah oleh seorang prajurit NICA. Prajurit itu menodongkan sebuah pistol kekepalanya, jengjengjeng.. Sjahrir bergeming (Kalo aku udah pingsan kali...Kalo nggak langsung ditembak karena dia udah ga tahan ngeliat mukaku yang amat..amat gembel. Ya, aku memang jagonya meng-gembel. Oya, aku kan waktu itu belum lahir -_- Oke, itu nggak usah dipikirin..). Saat pistol mematikan itu akan ditembakkan, pertolongan datang. Pistolnya macet. hening.. Karena malu mungkin, dan nggak mau kehilangan kesempatan, secara spontan (uhuy!) si prajurit langsung memukul pistolnya ke mata Sjahrir. Jedug! Matanya membiru. Namun saat para saksi ingin mengudarakannya lewat radio, Sjahrir menolak. Ia tidak mau para pemuda berperang karena kebencian.
Ya, tidak ada kata minder dalam kamusnya. Tapi banyak dalam kamusku: Minder sama temen, re-minder hape, sampai minderan HI. Oh, itu bunderan HI...-_- hening.
Dimata Bung Hatta, Sjahrir adalah orang yang penuh fantasi, juga sangat kritis kepada dirinya(Hatta). Karena ia pernah bilang kalau Bung Hatta mempunyai buku roman satu saja sudah malu, padahal buku roman ia tinggal semua di Belanda saat kuliah... ya, Sjahrir memang kritis.
Sebenarnya masih banyak cerita lagi, tapi cukup sekian dulu deh.. kapan-kapan aku akan cerita lagi. Ciao!