Jumat, 17 September 2010

Suatu Hari di Prapat

1948

Hari itu terasa menyejukan. Prapat memang merupakan suatu kota di Sumatera Utara yang berada di dataran tinggi. Disanalah letak Danau Toba yang terkenal itu. Udaranya bersih dan sejuk, dan pemandangannya sangat indah. Namun, ada daerah disitu yang dijadikan tempat pengasingan. Saat itu, ada beberapa petinggi yang sedang diasingkan. Mereka ditempatkan disatu rumah. Tentara penjaga berada dimana-mana. Saat hari itu pula, terjadi sebuah pertentangan antara dua teman seperjuangan...

"Houd je mond!", hardiknya dalam bahasa Belanda, "Tutup mulutmu!"

Satu-satunya penyebab dari hardikannya itu adalah alasan yang sepele, namun "semburan" itu dianggap serius oleh temannya yang kala itu, sedang mandi sambil menyanyi dengan suara yang keras. Ia tak lain adalah orang nomer satu dinegara ini. "Semburan" tadi, merupakan kritikan serius yang harus ia tanggapi sebagai seniman juga.

Syahrir, yang menghardik tadi, paling tidak bisa menikmati keheningannya sebentar saat Sukarno berhenti menyanyi. Tetapi, keadaan berubah saat Sukarno keluar dari kamar mandi dan menghardiknya balik.

Itu adalah puncak ketidakakuran mereka berdua. Bagaimana hari-hari sebelumnya...?
Ketiga manusia yang tertawa ini; Ir. Sukarno, Sutan Syahrir dan Haji Agus Salim, bersama-sama diasingkan ke pulau Sumatera. Tepatnya ke Brastagi.

Awalnya memang mereka tiba di kota itu, tetapi karena beberapa alasan, mereka dipindahkan ke Prapat.

Ini adalah sepenggal cerita disaat mereka untuk sementara tinggal di Brastagi.

Dihari kedua mereka tinggal di Brastagi, seorang wanita (seorang juru masak yang...menyukai Sukarno) mengendap-endap masuk kamarnya dengan menggigil bercerita, "Pak, tadi saya menanyakan, apa yang akan saya masak untuk bapak besok, dan opsir yang bertugas menyatakan; 'Tidak perlu, Sukarno akan dihukum tembak besok pagi.'"
Jengjengjeng... Cerita diatas berlainan dengan pendapat Sukarno sendiri yang menyimpulkan perbedaan pengasingan di Brastagi dan Bengkulu;

" Satu: Mereka tidak menamakannya sebagai pengasingan, tetapi 'Penjagaan untuk Keselamatan'", dan dua kesimpulan lagi.

"Penjagaan untuk Keselamatan" macam apa kalau besoknya ia akan dibunuh...? Mungkin karena kekeliruan itu mereka dipindahkanlah...

Di Prapat mereka ditempatkan di sebuah rumah yang indah dan cantik. Sebelum perang rumah itu digunakan untuk peristirahatan orang Belanda. Dirumah itu pula kejadian yang memilukan antara dua teman seperjuangan terjadi.

Kehidupan disaat itu memang tidak pernah harmonis, terutama saat ada dua teman seperjuangan diatas (Siapa lagi kalau bukan Sukarno-Syahrir), apalagi mereka berada disatu rumah. Pak Agus Salim, sebagai yang tertua, selalu mencoba melerai. Tetapi tetap saja seperti itu. Namun hubungan masing-masing kedua teman itu kepada Agus Salim tetap baik. Contohnya pada gambar ini.
Sukarno dan Agus Salim sedang berjalan-jalan dipinggir Danau Toba menikmati keindahan alam yang ada. Betapa harmonisnya...

Tetapi tidak kalau bersama Syahrir.

"Apabila ia mempunyai kesempatan, tak pandang dihadapan siapa, maka Syahrir memaki-makiku. Dihadapan orang lain ia berteriak kemukaku. 'Engkau bodoh, Sukarno. Engkau tak lain dari seorang pandir dan bodoh. Itulah engkau.' " (lalu)
" 'Engkau harus berteriak dicorong radio dan mengatakan, Heei saudara-saudara, saya presidenmu akan berangkat ke India! Begitu pengumuman yang besar itu Belanda menyerang kita. Kenapa engkau memberi kesempatan mereka untuk mengetahui apakah Bung Karno akan berangkat? Akan saya katakan sebabnya. Oleh karena engkau bodoh."
Paling tidak itulah yang diungkapkan Sukarno dibuku autobiografinya.
Aku tidak tahu ucapan-ucapan diatas benar atau tidak. Yang aku tahu Syahrir tidak sebodoh itu, mengatakan ejekan seperti itu padahal ia tahu kalau Belanda mengetahui setiap gerak-gerik yang mereka lakukan, tanpa harus memberitakan di corong radio. Ya, kedua founding fathers itu memang tidak pernah sejalan.