Senin, 23 Agustus 2010
PKI: Siasat Permen
Sabtu, 14 Agustus 2010
About Our Gamelan

Gamelan is a musical ensemble that is originally Indonesian, tipicaly from Java and Bali. In a set of gamelan, contains up to ten or even more instruments, which are sets of metallophones, xylophones, drums or kendang, gongs and kempul (which is the smaller types of gong that can be played in different notes). But in some editions of gamelan, bamboo floots or suling, strings, and even vocalists can be included.
When playing gamelan, we always have two "same" instruments, which one placed horizontally, and the other one vertically beside us. Actually, that "same" instruments are not really the same. Although the types are similar, they have different notes and sounds, even different functions.
While instruments in slendro scales used to be played in Wayang performances, laras pelog usually doesn't. The information about these scales, I don't have much.
The history of gamelan itself, it came or developed in the time of the Majapahit Empire. In spite of the heavy influence of Indian culture in other art forms, gamelan is different because of it's Javanese style of singing.
In Javanese mythology, gamelan was created by Sang Hyang Guru in Saka era 167, the God who ruled all of Java as a king from the palaces on the Maendra mountains in Medangkamulan (now mount Lawu). He needed a signal to summon the gods, so he invented the gong. for more complex message, he made two other gongs, thus forming the original set.
Now, about the songs we played in the extracurricular. As a beginner, the songs we play are only simple Javanese, Sundanese, or even from Betawi, that is already familiar in public. The songs that we already play are; Kicir-kicir, Sirih Kuning, Jali-jali, Lenggang Kangkung, Suwe Ora Jamu, Srepeg Kemudo Rangsang, Manuk Dadali, Sworo Suling, Praon, and many more.
That's all I've got about gamelan.
Source:
http://en.wikipedia.org/wiki/gamelan andddd....
myself!
Senin, 09 Agustus 2010
Puisi Iseng
Soekarno-Hatta
Sejak tigawarna masih disini
Mereka sudah mengangkat kaki
Berjalan dengan keyakinan hati
Menuju kemerdekaan bangsa ini.
Tahun '45 sudah berlalu
Semua peperangan, perjuangan, pergerakan,
Semua telah berlalu
Tetapi kami masih mengingatmu.
Mereka tidak terpisahkan
Dimana ada Soekarno, pasti ada Hatta,
Begitupun sebaliknya
Karena perjuangan mereka lakukan bersama.
Tapi karena perbedaan mereka berpisah
Ada Soekarno, namun Hatta tak lagi ada
Beliau mengapit buku, Soekarno mengangkat tongkat
Saat menjabat terakhir sebagai wakil pemerintah
Namun bagaimanapun, mereka tidak terpisahkan
Mereka tetap hidup sebagai sahabat
Itu terbukti saat
Hatta menjenguk Soekarno di saat terakhirnya.
Dari masa ke masa,
Merekalah Dwitunggal kita
Part 2 - Gowes ke Kota Tua
Akhirnya kami meninggalkan areal Monas. Otomatis lewat "White House" Indonesia alias Istana Merdeka & Negara. Tampaknya kosong, tapi sebenarnya banyak "penjaganya" lho...hiiiiiii ... Ya, warnanya merah-putih, bawa senapan (warnanya silver tapi aku lupa jenisnya opo..), diem ngeliat kedepan. Mereka juga yang pertamakali tau kalau Monas ROBOH....hehe procol sedikit itu bagian dari buku "Misteri Harta Karun VOC"-nya E.S. Ito yang aku baca dulu. Lumayan ngakak pas bab yang itu. Bukunya seru kok...baca ya...:)
Lanjut lanjut lanjut akhirnya sampai di Kota Tua. Belum sampai yang dideket pelabuhan sih, tapi sudah cukup tua untuk dilihat. Contohnya bangunan ini nih;
Lalu aku ke....
Museum Wayang. Terletak di dekat Museum Fatahilah atau Museum Sejarah Jakarta. Didalamnya terdapat banyaaaak sekali wayang (yayalah). Dulu aku pernah kesini, isinya macem macem, nggak cuma wayang kulit dan wayang golek saja. Ada juga wayang golek yang terbuat dari kulit (?)...nggak deng ngibul. Yang jelas, berbagai macam wayang ada disini. Di salahsatu lemari kaca waktu itu kalau nggak salah ada wayang Soekarno lho... Pake baju militer putih, dan tentu saja, peci kesayangannya. Wayang dari luar negri juga ada..
Dan konon katanya, museum ini angker lho... ayo kita katakan bersama lagi; hiiiiii.... Peristiwanya tak lain ada wayang yang bergerak-gerak sendiri. Kadang ada suara orang berjalan yang tak lain adalah seorang bapak2 (nggak mungin mas mas) yang memakai baju militer Belanda jaman baheula. Jujur pas aku lagi ngeliat-ngeliat sendiri koleksi wayang saat itu, aku merinding dan merasakan sesuatu yang aneh. Tapi tidak terjadi apa-apa. Makanya pas aku denger cerita diatas langsung maklum.
Kita lihat gambar selanjutnya dibawah ini;
Bangunan yang letaknya agak dikiri foto ini adalah Toko Merah. Kalau nggak salah sekarang ini fungsinya sebagai kantor. Tapi bangunan ini katanya angker juga lho... Maklum bangunan lama, kalau nggak angker ya aneh. Dari salah satu buku yang pernah ku baca, dulu pas SD (masih inget aja...), dengan judul Toko Merah, dikisahkan tentang kejadian aneh salah satu pegawai yang bekerja disitu. Katanya sesosok budak pernah menghampirinya saat bekerja, aku lupa si sosok budak itu ngomong apa, tapi sudah cukup menggambarkan keadaan Toko itu kan?
Akhirnya, kami sampai di puncak perjalanan. Yaitu berfoto diatas Jembatan Merah
Aku lupa nama aslinya apa, jadi karena warnanya merah sebut saja Jembatan Merah (maaf kalau salah). Diliat dari konstruksinya jembatan ini dapat naik dan turun kalau ada kapal yang lewat. Ini menunjukan bahwa Kali Besar, sungai yang mengalir dibawahnya, dulu merupakan jalur yang sibuk, mungkin...
Karena udah ngos-ngosan jadi kami berdua setelah itu pulang. Terimakasih, mohon maaf, dan sampai jumpa.
Minggu, 08 Agustus 2010
Part 1 - Gowes ke Kota Tua
Aku berangkat dari rumah jam setengah 7, sampai Senayan naik mobil kira-kira 20 menit kemudian. Setelah bersiap-siap, aku dan papa akhirnya mulai menggowesssss. Ini dia foto pertama yang diambil:
Aaaaaah! Siapakah monster hitam mengerikan yang mengendarai sepeda itu? Dan orang-orang akan menjawab; Itu Dea sayang...-_- Yah, pertanyaan diatas SALAH! Benar-benar SALAH BESAR!!! Kalau aku anjurkan harusnya seperti ini: Siapakah manusia KEREN yang mengendarai sepeda itu? Namun orang-orang akan menjawab; Wah, gue juga nggak tau...
Ini adalah foto waktu lagi di Jalan Sudirman, dan ini adalah deskripsi puitis nggak terlalu puitisku dari PR Laporan Perjalanan pelajaran B. Indonesia di kelas (karena emang aku nulis perjalanan yang sama); ... Gedung-gedung menjulang tinggi, pohon tertata rapi disepanjang jalan seraya mengikuti kayuhan sepedaku... blablabla lalala...
Kira-kira begitulah.
Lanjut lanjut lanjut akhirnya aku sampai Monas. Nggak foto-foto disini sih, tapi disana lagi ada acara lho...yaitu: LOMBA PANJAT MONAS (???). Nggak deng.
Semua hal diatas adalah fakta kecuali tentang brosur. Itu cuma untuk garingan semata. Lagipula pihak museum juga tidak bakal menyetujui adanya tulisan mengejek nggak penting itu di brosur promosi mereka.
Selain didepan museum gajah aku juga berfoto didepan Gedung Mahkamah Konstitusi atau MK yang bergaya arsitektur Eropa.
Selanjutnya langsung mengarah ke Kota Tua. Silahkan beralih ke Part 2 untuk membaca petualangan selanjutnya...;)